LAPORAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYERI
 PADA Nn. AI DENGAN CIDERA KEPALA RINGAN DI RUANG CEMPAKA
RSUD UNGARAN



Description: logo poltekes warna.jpg


disusun oleh

CHOIRIN MASITA
P 17424112009





PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN SEMARANG
JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
SEMARANG
2013



















LAPORAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA NYERI
 PADA Nn. AI DENGAN CIDERA KEPALA RINGAN DI RUANG CEMPAKA
RSUD UNGARAN

I.   Tinjauan Teori Cidera Kepala Ringan
A.    Pengertian Cidera Kepala Ringan
Cidera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurology atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2002).
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000).
Cidera kepala ringan adalah cidera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000).
Cidera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cidera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Cidera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito).
Jadi cidera kepala ringan adalah cedera karena tekanan atau kejatuhan benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi neurology sementara atau menurunya kesadaran sementara, mengeluh pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lainnya.

B.     Etiologi
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi cidera kepala adalah :
1.      Kecelakaan lalu lintas.
2.      Jatuh.
3.      Pukulan.
4.      Kejatuhan benda.
5.      Kecelakaan kerja atau industri.
6.      Cedera lahir.
7.      Luka tembak.

C.    Klasifikasi Cidera Kepa Ringan
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cidera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan :
1.   Mekanisme cidera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2.    Beratnya Cidera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
b.  Cedera Kepala Sedang ( CKS)
                    GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
                 GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

Skala Koma Glasgow

No
RESPON
NILAI
1
Membuka Mata :
-Spontan
-Terhadap rangsangan suara
-Terhadap nyeri
-Tidak ada

4
3
2
1
2
Verbal :
-Orientasi baik
-Orientasi terganggu
-Kata-kata tidak jelas
-Suara tidak jelas
-Tidak ada respon

5
4
3
2
1



3
Motorik :
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
-Tidak ada respon

6
5
4
3
2
1
Total
3-15

3.      Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a.    Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain :
1)      Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
2)      Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
3)      Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
4)      Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b.   Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
1)      Perdarahan Epidural
2)      Perdarahan Subdural
3)      Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1)      Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya  terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
2)      Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
3)      Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral.  Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
4)      Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera). Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible.

D.    Manifestasi Klinis
Menurut Arief Mutaqin dalam Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan, menyatakan manifestasi klinis cidera kepala ringan yaitu :
1.      Nyeri yang menetap atau setempat.
2.      Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3.      Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4.      Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5.      Penurunan kesadaran.
6.      Pusing / berkunang-kunang.
7.      Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8.      Peningkatan TIK
9.      Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10.  Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan.

E.      Pemeriksaan Diagnostik.
1.      CT-Scan : untuk mengidentifikasi adanya SOL hemografi, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan.
2.      Angiografiserebral : menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti kelainan pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma.
3.      EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya petologis.Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur).
4.      BAER ( Brain Auditori Evoker Respon ) : menentukan fungsi korteks dan batang otak.
5.      PET ( Position Emission Yomography ) menunjukan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.
6.      Fungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perubahan sub araknoid.
7.      Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam peningkatan TIK atau perubahan status mental ( Doengooes,2000 ).


F.     Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat, sebagai akibat dari masalah kesehatan / proses kehidupan baik yang aktual maupun potensial ( nursalam, 2001).
1.   Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema otak.
2.   Potensial tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan adanya obstruksi trakeabronkial.
3.   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan ADH.
4.   Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah.
5.   Gangguan rasa nyaman nyeri kepala berhubungan dengan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak atau peningkatan tekanan intrakranial dan cedera psikis.
6.   Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot atau kerusakan neuromuskular.
7.   Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui jaringan.
8.   Gangguan integriatas kulit berhubungan dengan terjadinya kerusakan jaringan kulit.
9.   Resiko tinggi cedera aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan (Juall, 2006).




























II.  Tinjauan Teori Kebutuhan Rasa Nyeri
A.       Pengertian Nyeri
Mc .Coffery (1979) mendefenisikan nyeri sebagai  suatu keadaan yang mempengaruhi  seseorang yang keberaadannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
Wolf Weifsel Feurst mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbukan ketegangan.
Artur C. Curton (1983),  mengatakan bahwa nyeri  merupakan suatu mekanisme bagi tubuh. Timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individa tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan  nyeri.
Sehingga, nyeri merupakan  kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan , bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap  orang dalam hal skala atau tindakannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi  rasa nyeri  yang dialaminya.

B.       Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan reseptor. Nyeri yang dimaksud adalah nocieptor , merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki nyelin yang terbesar pada kulit dan mukosa, khusunya pada persendian dinding arteri, ahti dan kandung empedu (Aziz, 2008)

C.       Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri dibagi menjadi 2 yakni nyeri akut dan nyeri kronis (Aziz, 2008), yaitu sebagai berikut :
1.    Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang yang tidak memiliki atau melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.
2.    Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Yang lebih dari 6 bulan, yang termasuk nyeri psikomatis. Dan ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, diantaranya nyeri tersusun dan nyeri terbakar.
Sedangkan menurut Tarwoto, 2004 klasifikasi nyeri dibagi atas
1.      Nyeri berdasarkan kualitasnya
a.    nyeri yang menyayat
b.   nyeri yang menusuk

2.      Nyeri berdasarkan tempatnya
a.    nyeri superfisial/nyeri permukaan tubuh
b.   nyeri dalam/nyeri tusuk bagian dalam
c.    nyeri ulseral/nyeri dari tusuk jaringan ulseral
d.   nyeri neurologis/nyeri dari kerusakan saraf perifer
e.    nyeri menjalar/nyeri akibat kerusakan jaringan ditempat lain
f.    nyeri sindrom/nyeri akibat kehilangan sesuatu bagian tubuh karena pengalaman masa lalu
g.   nyeri patogenik/nyeri tanpa adanya stimulus
3.      Nyeri berdasarkan serangannya
a.    nyeri akut: nyeri yang timbul tiba-tiba, waktu kurang dari 6 bulan
b.   nyeri kronis: nyeri yang timbul terus-menerus, waktu lebih atau sama 6 bulan
4.      nyeri menurut sifatnya
a.    nyeri timbul sewaktu-waktu
b.   nyeri yang menetap
c.    nyeri yang kumat-kumatan
5.      nyeri menurut rasa
a.    nyeri yang cepat: nyeri yang menusuk
b.   nyeri difus: nyeri normal yang bisa dirasakan
6.      nyeri menurut kegawatan
a.    nyeri ringan
b.   nyeri sedang
c.    nyeri berat

Perbedaan nyeri akut dan kronis
No
Karakteristik
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
1.
Pengalaman
Suatu kejadian
Situasi, status eksistensi
2.

Sebab eksternal atau penyakit dalam
Tidak di ketahui atau pengobatan terlalu lama
3.
Serangan
Mendadak
Bisa mendadak, berkembang, dan terselubung
4.
Waktu
Sampai 6 bulan
Lebih dari 6 bulan samai bertahun-tahun
5.
Pertanyaan nyeri
Daerah nyeri tidak di ketahui secara pasti
Daerah nyeri sulit dibedakan intensitasnya sehingga sulit di evaluasi (perubahan perasaan)
6.
Gejala klinis
Pola respon yang khas dengan gejala yang lebih terbatas
Pola respon yang bervariasi dengan sedikit gejala (adaptasi) berlangsung terus menerus
7.
Perjalanan
Biasanya berkurang beberapa saat
Penderita meningkat setelah beberapa saat

1.        Nyeri menghantar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain. Umumnya terjadi akibat kerusakan pada bagian cidera organ.
2.        Nyeri psikogenerit adalah nyeri yang tidak dapat diketahui secara fisik  yang timbul akibat psikologis.
3.        Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstrimitas diamputasi.
4.        Nyeri neurologi adalah nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau di beberapa jalur syaraf (Aziz, 2008)
D.       Stimulus Nyeri
Seseorang dapat menoloransi, menahan nyeri (poin tolerance) atau dapat mengenai jumlah stimulus nyeri sebelum merasa nyeri (point treshold).Beberapa jenis stimulasi nyeri menurut Hidayat Aziz tahun 2007 di antaranya :
1.  Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan pada jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
2.  Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya, karena adanya oedem akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
3.  Tumor dapat juga menekan reseptor nyeri.


E.       Faktor-faktor Penyebab Nyeri
Faktor penyebab nyeri menurut Tarwoto, 2004adalah sebagai berikut :
1.    Stimulasi Mekanik
Disebut trauma mekanik adanya suatu penegangan akan penekana jarinagan
2.    Stimulus Kimiawi
Disebabkan oleh bahan kimia
3.    Stimulus Thermal
Adanya kontak atau terjadinya suhu yang ekstrim panas yang dipersepsikan sebagai nyeri 44°C-46°C
4.    Stimulus Neurologik
Disebabkan karena kerusakan jaringan saraf

5.    Stimulus Psikologik
Nyeri tanpa diketahui kelainan fisik yang bersifat psikologis
6.    Stimulus Elektrik
Disebabkan oleh aliran listrik

F.        Sunber Nyeri
Menurut Smellchzer, S.C. Bare. B.G, 2006 sumber nyeri terjadi,
1.  Cutaneous / superfisial yang meliputi struktur pada kulit dan jaringan subcutan.
2.  Viseral yang meliputi organ-organ yang berada dalam rangga tubuh.
3.  Deep srematik yang meliputi tulang otot syaraf dan jaringan-jaringan yang menyokong.

G.      Tingkatan Nyeri
Skala intensitas nyeri dan tipe nyeri
Skala Keterangan
10                  :  Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien
9, 8, 7            : Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas      yang bisa dilakukan
6                    :  Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
5                    :  Nyeri seperti tertekan atau bergerak
4                    :  Nyeri seperti kram atau kaku
3                    :  Nyeri seperti perih atau mules
2                    :  Nyeri seperti meliiti atau terpukul
1                    :  Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan
0                    :  Tidak ada nyeri

Tipe Nyeri
Skala Keterangan
10                  :   Tipe nyeri sangat berat
7-9                 :   Tipe nyeri berat
4-6                 :   Tipe nyeri sedang
1-3                 :   Tipe nyeri ringan
(Sudiharto, 1996)

H.       Upaya Mengatasi Nyeri
1.    Distraksi, yaitu mengalihkan perhatian
Misalnya : nonton TV, baca majalah, mengajak bicara pasien.
2.    Relaksasi seperti :  nafas dalam, kompres, message
3.    Akupuntur, yaitu tusuk jarum pada daerah nyeri
4.    Hipnosa, yaitu teknik membuat orang tidak sadar diri
5.    Analgesik,  yaitu mengurangi persepsi tentang nyeri
6.    Daya kerja sistem syaraf sentral

I.          Tindakan Keperawatan Mengatasi Nyeri

Relaksasi Tarikan Nafas Dalam
Pengertian
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).

Tujuan
Untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan (Smeltzer & Bare, 2002).

Langkah Kerja
Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut:
1.         Ciptakan lingkungan yang tenang
2.         Usahakan tetap rileks dan tenang
3.         Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3
4.         Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks
5.         Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6.         Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan
7.         Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks.. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
8.         Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
9.         Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
10.     Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
11.     Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat (Priharjo, 2003).
































DAFTAR PUSTAKA


Aziz, Alimul Hidayat. 2008.  Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 3. Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC.

Doenges M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Fadilah, Haris. 2012. “Tinjuan Teoritis Dyspepsia”. Dalam http://hariskumpulanaskep.blogspot.com/2012/01/askep-dispepsia.html. Diakses 17 Juli 2013.
Masjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta kedokteran, Edisi 3 Jild 2. Jakarta : Media Aesculaplus.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2001. Pengantar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC
Sudiharto. 1996. Fundamental Of Nursing: Asuhan Keperawatan pada Pasien Nyeri. Jakarta :
Suzani, Cherry. (2007). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Depok : SMK Raflesia
Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Comments

Popular Posts